Rabu, 24 Maret 2010

Cintaku Kandas di Wato Tena

Oleh; Yahya Ado

“…teng deng teng deng…” bunyi polsel di sakuku. Aku bergegas membukanya. Oh, ternyata ku mendapat sebuah pesan singkat dari gadis lembayung. Bagai tersambar petir aku benar-benar terkejut. Dia wanita impian mengajak ku untuk reuni alumni.

“Assalamualaikum kaka, kak Agil ajak reuni hari Minggu. Sibuk ya?? ”. Itu isi sms (short message service) yang ia kirim untukku.

Aku merontah kagum. Ternyata setiap niat baik, Tuhan selalu mendengarnya. Sejujurnya aku cukup lama menanti saat tuk bersama. “Ku pikir inilah waktu yang tepat untuk bisa bertemu dengannya”. Sambil menghela napas aku bergumam dalam hati.

Pada hari yang berselimut ria, aku segera membalas berita itu. “Waalaikum slm wr. wb. Insya Allah kalau sempat ya. Nanti saya kabari lagi besok atau Sabtu”. Aku hanya berbasa basi untuk tidak meng-iya-kan. Sejujurnya sangat berharap dan berusaha untuk bisa ikut reuni bersamanya dan beberapa teman-teman alumni Makassar ketika itu.

***

Sabtu masih sangat sedu. Aku terbangun mendahului fajar. Aku ingat janji untuk memberikan kabar kepadanya. Suara burung seakan menghantar berita buat gadis campuran darah malayu. Dalam hati aku menduga, putri cantik pasti sedang bersiap sujud di ujung sajadah.

Pesan penerimaan berdering merdu, pertanda berita telah sampai di ufuk harap. Singkat berita yang kulayangkan buatnya. “Insya Allah, hari ini Aku ke kampung dengan perahu motor penumpang”.

Dibenakku, pesan itu terlampau singkat, tapi setidaknya cukup jelas untuk dimengerti. Intinya ku hanya ingin mengabari bahwa aku bisa ikut reuni itu. Aku bersiap mengisi beberapa lembar pakaian, sambil menunggu suara adzan berkumandang.

***

Menjelang senja, aku sampai di kampung karang. Kaki melangkah kaku saat kapal bersandar di dermaga. Aku terbayang ada dia yang menjemput. Ah, ternyata tidak. Aku terlalu berharap pada angan.

Sore segera pamit dari peraduan. Gelap sudah mengitari malam. Aku segera mengirim pesan bahwa aku kini berada di gubuk tuaku.

Setelah magrib aku ingin mempermantap persiapan untuk reuni besok. Aku segera mencari Agil, seorang inisiator yang hanya bisa memberikan ide tapi sangat sulit menjalankan idenya sendiri. Dia hanya pantas jadi konseptor, tak lihai pada pelaksanaan. Orang seperti dia memang cocok sebagai calon dewan. Aku ketemu dan berunding untuk acara esok. Kami berdua memutuskan ke rumah gadis manis itu untuk mengatur scenario dan agenda besok.

Sesampai di rumah. Kami disuguhi teh hangat. “Ehm, baik amat cewek ini. Belum menyampaikan maksud sudah duluan menjamu.” Dalam hatiku tertawa. Tapi tak masalah, itu budaya yang sudah diatur di kampung kami. Rezki tak boleh ditolak.

Sambil menikmati teh hangat, kami menyatukan pikiran untuk reuni besok. Kemasan diatur sangat sederhana saja. Seperti tamasya keluarga. Hanya menyiapkan cemilan seadanya, berangkat dengan sepeda motor dan di tempat tujuan kami hanya bercerita biasa tentang masa lalu dan cita-cita hari ini dan besok. Kami menyepakati tempat reuni di Wato Tena. Sebuah tempat wisata lokal di pinggir pantai Lewokeleng, Ile Boleng.

***

Wato Tena menjadi saksi hari itu. Kami berkumpul bersama teman-teman alumni dari kota Anging Mamiri. Ditambah beberapa adik-adik gitaris dan penyanyi local. Jumlah kami tak begitu banyak. Kurang lebih sepuluh orang. Kami semua putra-putri Lewo Boleng. Bercerita, tertawa lepas, sesekali melirik bebas karena hari itu tak dibatasi gunung dan lautan. Kami bersua dalam riang, berbaur dalam bahagia.

Waktu begitu cepat berlalu. Detik dan menit berlomba menghampiri batas dan waktu. Tak terasa kami sudah berada pada penghujung reuni. Kami pun segera pamit dari bibir pasir putih. Wajah kami nampak ceria. Tak tahu apa yang ia rasakan, tapi aku terus mengamati ia dalam diam. Oh, ternyata dia telah menaruh hati untukku saat itu. Hingga cintaku kandas di Wato Tena. **

Tidak ada komentar:

Posting Komentar