Selasa, 21 Desember 2010

Ina. ..

Oleh: Opu Chamllo


Rera lau woka kuma

Lusi gilen na'an tubak hoga

Go tobo tani ri'e puken



Rera bauk rogo gere..

Lako tani na'an mayan rema

Go rogo gere uma tukan

Rogo gere onek nabe kuran 



Puken uma rae adi take

Moripet nabe mel'la kuran

Geni lango lau adi kuran..

Melanet nabe sare hala

Go kai pae ata lewo

Kai seba nasib sar'e., pai ka'an tuen nasib tit'en



Ina. . .

Go tobo doan ata tanah

Ake ma'an tebelurut

Doan dorek go gelupak hala


Ina...

Go pae lela ata lewo..

Ake ma'an sudi loran

Lela seratek go gelagit kuran




Sepesial bawt moe inak. . .

selamat hari ibu. . .

Kata - kata

Oleh: HB Yayad

Ingin ku berkata, tapi bukan untuk kata-kata

Bercerita pun bukan untuk digosipkan



Ku ingin katakan

Bahwa aku masih sanggup berkata-kata

Berkata tentang apa yang ku katakan

Tentang apa yang kulihat, kudengar dan kurasakan..



Begini,

Ku ingin berkata jujur

Bahwa kata ini ku pinjam dari rasa

Rasa suka ketika tertawa

Rasa duka saat menangis



Hidupku selalu berjalan pada dua roda

Senang dan sakit, bahagia dan sedih

Seperti film India, kabhi kudsi, kabhi gham..



Ini kataku hari ini, juga rasaku saat ini

Besok pasti beda, ku yakin itu

Karena kataku selalu mendampingi rasaku

Untuk bisa ku katakan lagi..

Kamis, 10 Juni 2010

Pagiku di Sanglah

Oleh, Opu Chamllo

Ku dengar suara burung di pasar sanglah
Aku disadarkan oleh kicaunya yang merdu
Perlahan mataku terbuka pelan

Aku bergegas meninggalkan bantalku yang empuk
Lalu kutemani nyanyian burung dalam syahdu
Melodinya merdu, baitnya menyapa indah

Di pucuk daun ia bersiul centil
Tangannya menari lincah dari dahan ke dahan
Bibirnya cerdik menyapa pucuk bunga yang kerap mewangi

Kilau mentari sombong menyinari sudut jendela kayu
Di sela dedaunan, udara pagi terasa sedang berjalan
Pagiku yg cerah untuk jiwaku yg tenang

Aku menjemputmu dengan ayat bersama burung
Dengan lagu yang belum tuntas pada bait terakhir

Dan..
Biarkan kumenyapamu dengan mesra
Kupelukmu dalam dekap
Agar keindahan pagi ini selalu bersama hariku

Denpasar, 11 Juni 2010

Minggu, 16 Mei 2010

Kemuliaan Seorang Ibu

Oleh, Opu Chamllo & HB Yayad
Dps, 15/5/2010

Hari ini ingin ku kabari sebuah cerita
Tentang cinta, kasih dan pengorbanan ibu kepada mu
Yang melahirkan dan membesarkanmu atas nama cinta...

Kemarin, ada air mata tumpah dan gelisah menanti hadirmu
Ada getir bersuara, bersama isak nafas yang tersengal antara hidup dan mati
Suka meradang dalam bahagia, walau tangis terdengar isak dalam darah

Kini kau riang bersorak menyongsong hari
Begitu riang dalam tawa dan canda , seolah kau lupa
Bahwa kemarin kau terlahir hanya membawa tangis

Kau seakan lupa tanyakan pada bunda yg pernah gelisah
Pada bunda yg dulu menangis, tentang suara awalmu, tentang isakmu
Kau lupa, berapa banyak air susuh yg mengalir di tubuhmu

Sekarang, tanyakan..
Biar kau tau apa arti pengorbanan seorang ibu
Agar kau mengerti betapa berartinya jasa bunda
Hingga kau sadar betapa bahagia hidup ini atas kasihnya

Dan, biar surga tak akan jauh dari sujudmu
Berkat kemuliaan seorang ibu

Selasa, 20 April 2010

Merenung Diri

Langkah, ku ayun pada bibir jalan ini.
Menuju bidik singgasana yang hampir pasti.

Deru mesin mengiang di gendang telinga, kerap tak mendengarkan alunan kata yang terbisik.

Langkah semakin tertatih saat usia ku menjelang senja.
Aku buta arah untuk mengakhiri lorong ini.
Karenanya aku butuh pandu, butuh bekal sebelum semuanya terlambat..

Aku menyesal karena waktu tak bisa diajak pulang.. (y.a.d,19/4/10)

Minggu, 18 April 2010

Satu Lagu Rindu

Irama yang paling syahdu adalah keheningan
Syair yang paling indah adalah kesunyian
Dendang yang paling menawan adalah kegelapan

Karena ini nyanyian rindu
Cukupkan ia terpaut dengan hati
Tak perlu gemerlap, meriah, atau bahkan benderang
Kita batasi ia dengan balutan cinta di hati

Bila kau ucap aku rindu
Pastikan ku berkata aku sayang
Jika kau bernyanyi dengan riang
Kan kupetik melodi bahagia untukmu

Hanya untuk kau dan aku
Hanya untukmu, satu lagu rindu..

Jakarta, 18 April 2010
HB Yayad

Jumat, 02 April 2010

Menanti sebuah Akhir

Oleh; Yahya Ado

Lembar hari tak pernah berakhir untuk kubuka
Semakin kucoba memahami ruasnya
Semakin dalam rindu ini kuselami

Nikmat-Mu tiada terkira
Tapi syukurku masih terbilang

Jika ada jalan pintas menuju surga-Mu
Aku cukupkan umurku berjumpa dengan-Mu
Tapi karena semua dalam kehendak-Mu
Maka cukupkan aku tuk mendapat ridho-Mu

Di ujung sajadah putih,

Ku memohon bimbingMu
Tunjukan aku menuju jalan terang
Agar di hari perjumpaan kita
Ku tak sesat singgah di neraka-Mu

Cinta di Akhir Kisah

Kupersembahkan buat sahabatku 'Asty Tukan' yang sedang pertaruhkan cinta-nya...
Oleh; Yahya Ado

Andai dulu kita tak bertemu
Mungkin tak ada cinta yang kau janjikan
Bila dulu kita tak bersama
Pasti tak ada rindu yang kau suratkan

Kini, semua kian terpupus oleh waktu
Lantaran kau tak pernah jujur untuk bertutur

Ucapmu selalu manis di lidahmu
Katamu menjadi surga di telingaku
Tapi nyatanya di hatimu ada noda

Kau tega, sungguh kau tega
Kau kerap tak merasa
Sedalam apa yang kurasakan

Bila kisah kita harus berakhir di lorong ini
Jangan salahkah mentari, karena ia tak menyinari hati
Jangan pula salahkan hujan, bila ia tak menyejukan jiwa
Anggaplah kita tak disatukan sama tuk selamanya

Ku tahu dia yang terbaik untukmu
Dia mencintaimu lebih dari cintamu padaku
Dia menunggumu di akhir kisah kita
Karena itu, aku rela untuk sebuah cinta

Selasa, 30 Maret 2010

Menanti Hadirmu

by, Yahya Ado

Di sudut kamar ku menyendiri
Menatap bayangmu berlalu pergi
Ku ingin mendekapnya penuh arti
Namun ia menyelinap kilat

Aku menghukum diri dalam sepi
Mencekam jiwa dalam sunyi
Kenapa aku ada disini
Hanya menanti sebuah diri

Di permadani ini aku bersujud
Membujuk ia menjadi teman
Tapi tak pantas aku terus merayu
Lantaran ia terbentang kaku

Disini aku menanti sebuah harap
Entah waktu yang mau menjawab
Tapi aku ingin kau hadir disini
Disaat hari mulai berganti pagi

Rabu, 24 Maret 2010

Cintaku Kandas di Wato Tena

Oleh; Yahya Ado

“…teng deng teng deng…” bunyi polsel di sakuku. Aku bergegas membukanya. Oh, ternyata ku mendapat sebuah pesan singkat dari gadis lembayung. Bagai tersambar petir aku benar-benar terkejut. Dia wanita impian mengajak ku untuk reuni alumni.

“Assalamualaikum kaka, kak Agil ajak reuni hari Minggu. Sibuk ya?? ”. Itu isi sms (short message service) yang ia kirim untukku.

Aku merontah kagum. Ternyata setiap niat baik, Tuhan selalu mendengarnya. Sejujurnya aku cukup lama menanti saat tuk bersama. “Ku pikir inilah waktu yang tepat untuk bisa bertemu dengannya”. Sambil menghela napas aku bergumam dalam hati.

Pada hari yang berselimut ria, aku segera membalas berita itu. “Waalaikum slm wr. wb. Insya Allah kalau sempat ya. Nanti saya kabari lagi besok atau Sabtu”. Aku hanya berbasa basi untuk tidak meng-iya-kan. Sejujurnya sangat berharap dan berusaha untuk bisa ikut reuni bersamanya dan beberapa teman-teman alumni Makassar ketika itu.

***

Sabtu masih sangat sedu. Aku terbangun mendahului fajar. Aku ingat janji untuk memberikan kabar kepadanya. Suara burung seakan menghantar berita buat gadis campuran darah malayu. Dalam hati aku menduga, putri cantik pasti sedang bersiap sujud di ujung sajadah.

Pesan penerimaan berdering merdu, pertanda berita telah sampai di ufuk harap. Singkat berita yang kulayangkan buatnya. “Insya Allah, hari ini Aku ke kampung dengan perahu motor penumpang”.

Dibenakku, pesan itu terlampau singkat, tapi setidaknya cukup jelas untuk dimengerti. Intinya ku hanya ingin mengabari bahwa aku bisa ikut reuni itu. Aku bersiap mengisi beberapa lembar pakaian, sambil menunggu suara adzan berkumandang.

***

Menjelang senja, aku sampai di kampung karang. Kaki melangkah kaku saat kapal bersandar di dermaga. Aku terbayang ada dia yang menjemput. Ah, ternyata tidak. Aku terlalu berharap pada angan.

Sore segera pamit dari peraduan. Gelap sudah mengitari malam. Aku segera mengirim pesan bahwa aku kini berada di gubuk tuaku.

Setelah magrib aku ingin mempermantap persiapan untuk reuni besok. Aku segera mencari Agil, seorang inisiator yang hanya bisa memberikan ide tapi sangat sulit menjalankan idenya sendiri. Dia hanya pantas jadi konseptor, tak lihai pada pelaksanaan. Orang seperti dia memang cocok sebagai calon dewan. Aku ketemu dan berunding untuk acara esok. Kami berdua memutuskan ke rumah gadis manis itu untuk mengatur scenario dan agenda besok.

Sesampai di rumah. Kami disuguhi teh hangat. “Ehm, baik amat cewek ini. Belum menyampaikan maksud sudah duluan menjamu.” Dalam hatiku tertawa. Tapi tak masalah, itu budaya yang sudah diatur di kampung kami. Rezki tak boleh ditolak.

Sambil menikmati teh hangat, kami menyatukan pikiran untuk reuni besok. Kemasan diatur sangat sederhana saja. Seperti tamasya keluarga. Hanya menyiapkan cemilan seadanya, berangkat dengan sepeda motor dan di tempat tujuan kami hanya bercerita biasa tentang masa lalu dan cita-cita hari ini dan besok. Kami menyepakati tempat reuni di Wato Tena. Sebuah tempat wisata lokal di pinggir pantai Lewokeleng, Ile Boleng.

***

Wato Tena menjadi saksi hari itu. Kami berkumpul bersama teman-teman alumni dari kota Anging Mamiri. Ditambah beberapa adik-adik gitaris dan penyanyi local. Jumlah kami tak begitu banyak. Kurang lebih sepuluh orang. Kami semua putra-putri Lewo Boleng. Bercerita, tertawa lepas, sesekali melirik bebas karena hari itu tak dibatasi gunung dan lautan. Kami bersua dalam riang, berbaur dalam bahagia.

Waktu begitu cepat berlalu. Detik dan menit berlomba menghampiri batas dan waktu. Tak terasa kami sudah berada pada penghujung reuni. Kami pun segera pamit dari bibir pasir putih. Wajah kami nampak ceria. Tak tahu apa yang ia rasakan, tapi aku terus mengamati ia dalam diam. Oh, ternyata dia telah menaruh hati untukku saat itu. Hingga cintaku kandas di Wato Tena. **

Selasa, 23 Maret 2010

Lewo Tanah


Di kaki gunung Ile Boleng, Lewo Tanah merunduk sujud pada lereng. Ia megah karena batu menjulang kekar. Ia tangguh karena arus mengguyar pusar..
Lewo Boleng atu matan, Budi helon dulan doro

Ku Yakin Ada Jalan

Jakarta, November 2008
By. yahya ado

SELASA 4 November 2008, hari itu cuaca nampak cerah. Aku berangkat dari Kupang, kota karang menuju Jakarta. Menumpang pesawat Batavia Air jam 07.00 pagi. Transit sebentar di Surabaya dan sampai Jakarta pukul 10.00. Aku terharu lantaran meninggalkan orang-orang terkasih dalam hidupku. Mereka yang kucinta, kusayang dan kubanggakan selalu.

Jauh dari mereka membuatku merasa cukup kehilangan. Namun hati ini belum sempat tersobek lantaran ada nadi yang menyimpul rindu. Rasanya cukup pahit tapi aku berusaha tuk menelannya.

Berbekal sekelumit pengalaman tentang sulitnya hidup di kampung kecil. Aku bertekat baja untuk meluluhkan rasa gelisah yang kian menggundah. Aku rela keringat ini tumpah untuk menyuguhkan sepiring nasi buat mereka.

Kini ku ada di sudut kota ini. Menarik napas panjang tuk melebarkan asa. Haru biru Jakarta tak membuatku panik. Aku tak pernah takut akan hidup, karena aku dapat menentukan kemana arah angin hendak ku tujuh.

Aku masih di sini. Kangenku semakin menyelimuti rasa. Aku hendak mencari jalan pulang. Ku tahu detik itu belum menujukan arah, namun yakinku sudah menjadi. Pasti ada jalan tuk kembali bersama.
Album kenangan mulai terbayang dalam rona jiwa. Pikiran melayang tuk segera berjabat. Karena ku yakin ada jalan untuk bersama**

Cerita Kita

Oleh; Yahya Ado
Aku belajar menulis cerita kita
Kisah ketika bersama di kota tua
Saat itu aku menunduk malu
Karena pandanganmu meluluhkan kalbu

Aku berharap kau tahu arti cerita itu
Cerita yang ku ukir dengan tinta emas
Pada malam yang tak begitu panjang tuk bersua
Dan entah kapan kisah itu kembali terulang

Andai ku bawah mawar ketika itu
Ingin ku tanam dengan dekap di hatimu
Hingga ku rawat dalam oase rinduku
Agar cerita kita tak berakhir sampai di sini

Aku rindu melukis kisah kita
Aku rindu mengukir cerita kita
Aku rindu engkau dalam kisah kita
Aku rindu tentang cerita kita