Oleh: Opu Chamllo
Rera lau woka kuma
Lusi gilen na'an tubak hoga
Go tobo tani ri'e puken
Rera bauk rogo gere..
Lako tani na'an mayan rema
Go rogo gere uma tukan
Rogo gere onek nabe kuran
Puken uma rae adi take
Moripet nabe mel'la kuran
Geni lango lau adi kuran..
Melanet nabe sare hala
Go kai pae ata lewo
Kai seba nasib sar'e., pai ka'an tuen nasib tit'en
Ina. . .
Go tobo doan ata tanah
Ake ma'an tebelurut
Doan dorek go gelupak hala
Ina...
Go pae lela ata lewo..
Ake ma'an sudi loran
Lela seratek go gelagit kuran
Sepesial bawt moe inak. . .
selamat hari ibu. . .
Selasa, 21 Desember 2010
Kata - kata
Oleh: HB Yayad
Ingin ku berkata, tapi bukan untuk kata-kata
Bercerita pun bukan untuk digosipkan
Ku ingin katakan
Bahwa aku masih sanggup berkata-kata
Berkata tentang apa yang ku katakan
Tentang apa yang kulihat, kudengar dan kurasakan..
Begini,
Ku ingin berkata jujur
Bahwa kata ini ku pinjam dari rasa
Rasa suka ketika tertawa
Rasa duka saat menangis
Hidupku selalu berjalan pada dua roda
Senang dan sakit, bahagia dan sedih
Seperti film India, kabhi kudsi, kabhi gham..
Ini kataku hari ini, juga rasaku saat ini
Besok pasti beda, ku yakin itu
Karena kataku selalu mendampingi rasaku
Untuk bisa ku katakan lagi..
Ingin ku berkata, tapi bukan untuk kata-kata
Bercerita pun bukan untuk digosipkan
Ku ingin katakan
Bahwa aku masih sanggup berkata-kata
Berkata tentang apa yang ku katakan
Tentang apa yang kulihat, kudengar dan kurasakan..
Begini,
Ku ingin berkata jujur
Bahwa kata ini ku pinjam dari rasa
Rasa suka ketika tertawa
Rasa duka saat menangis
Hidupku selalu berjalan pada dua roda
Senang dan sakit, bahagia dan sedih
Seperti film India, kabhi kudsi, kabhi gham..
Ini kataku hari ini, juga rasaku saat ini
Besok pasti beda, ku yakin itu
Karena kataku selalu mendampingi rasaku
Untuk bisa ku katakan lagi..
Kamis, 10 Juni 2010
Pagiku di Sanglah
Oleh, Opu Chamllo
Ku dengar suara burung di pasar sanglah
Aku disadarkan oleh kicaunya yang merdu
Perlahan mataku terbuka pelan
Aku bergegas meninggalkan bantalku yang empuk
Lalu kutemani nyanyian burung dalam syahdu
Melodinya merdu, baitnya menyapa indah
Di pucuk daun ia bersiul centil
Tangannya menari lincah dari dahan ke dahan
Bibirnya cerdik menyapa pucuk bunga yang kerap mewangi
Kilau mentari sombong menyinari sudut jendela kayu
Di sela dedaunan, udara pagi terasa sedang berjalan
Pagiku yg cerah untuk jiwaku yg tenang
Aku menjemputmu dengan ayat bersama burung
Dengan lagu yang belum tuntas pada bait terakhir
Dan..
Biarkan kumenyapamu dengan mesra
Kupelukmu dalam dekap
Agar keindahan pagi ini selalu bersama hariku
Denpasar, 11 Juni 2010
Ku dengar suara burung di pasar sanglah
Aku disadarkan oleh kicaunya yang merdu
Perlahan mataku terbuka pelan
Aku bergegas meninggalkan bantalku yang empuk
Lalu kutemani nyanyian burung dalam syahdu
Melodinya merdu, baitnya menyapa indah
Di pucuk daun ia bersiul centil
Tangannya menari lincah dari dahan ke dahan
Bibirnya cerdik menyapa pucuk bunga yang kerap mewangi
Kilau mentari sombong menyinari sudut jendela kayu
Di sela dedaunan, udara pagi terasa sedang berjalan
Pagiku yg cerah untuk jiwaku yg tenang
Aku menjemputmu dengan ayat bersama burung
Dengan lagu yang belum tuntas pada bait terakhir
Dan..
Biarkan kumenyapamu dengan mesra
Kupelukmu dalam dekap
Agar keindahan pagi ini selalu bersama hariku
Denpasar, 11 Juni 2010
Minggu, 16 Mei 2010
Kemuliaan Seorang Ibu
Oleh, Opu Chamllo & HB Yayad
Dps, 15/5/2010
Hari ini ingin ku kabari sebuah cerita
Tentang cinta, kasih dan pengorbanan ibu kepada mu
Yang melahirkan dan membesarkanmu atas nama cinta...
Kemarin, ada air mata tumpah dan gelisah menanti hadirmu
Ada getir bersuara, bersama isak nafas yang tersengal antara hidup dan mati
Suka meradang dalam bahagia, walau tangis terdengar isak dalam darah
Kini kau riang bersorak menyongsong hari
Begitu riang dalam tawa dan canda , seolah kau lupa
Bahwa kemarin kau terlahir hanya membawa tangis
Kau seakan lupa tanyakan pada bunda yg pernah gelisah
Pada bunda yg dulu menangis, tentang suara awalmu, tentang isakmu
Kau lupa, berapa banyak air susuh yg mengalir di tubuhmu
Sekarang, tanyakan..
Biar kau tau apa arti pengorbanan seorang ibu
Agar kau mengerti betapa berartinya jasa bunda
Hingga kau sadar betapa bahagia hidup ini atas kasihnya
Dan, biar surga tak akan jauh dari sujudmu
Berkat kemuliaan seorang ibu
Dps, 15/5/2010
Hari ini ingin ku kabari sebuah cerita
Tentang cinta, kasih dan pengorbanan ibu kepada mu
Yang melahirkan dan membesarkanmu atas nama cinta...
Kemarin, ada air mata tumpah dan gelisah menanti hadirmu
Ada getir bersuara, bersama isak nafas yang tersengal antara hidup dan mati
Suka meradang dalam bahagia, walau tangis terdengar isak dalam darah
Kini kau riang bersorak menyongsong hari
Begitu riang dalam tawa dan canda , seolah kau lupa
Bahwa kemarin kau terlahir hanya membawa tangis
Kau seakan lupa tanyakan pada bunda yg pernah gelisah
Pada bunda yg dulu menangis, tentang suara awalmu, tentang isakmu
Kau lupa, berapa banyak air susuh yg mengalir di tubuhmu
Sekarang, tanyakan..
Biar kau tau apa arti pengorbanan seorang ibu
Agar kau mengerti betapa berartinya jasa bunda
Hingga kau sadar betapa bahagia hidup ini atas kasihnya
Dan, biar surga tak akan jauh dari sujudmu
Berkat kemuliaan seorang ibu
Selasa, 20 April 2010
Merenung Diri
Langkah, ku ayun pada bibir jalan ini.
Menuju bidik singgasana yang hampir pasti.
Deru mesin mengiang di gendang telinga, kerap tak mendengarkan alunan kata yang terbisik.
Langkah semakin tertatih saat usia ku menjelang senja.
Aku buta arah untuk mengakhiri lorong ini.
Karenanya aku butuh pandu, butuh bekal sebelum semuanya terlambat..
Aku menyesal karena waktu tak bisa diajak pulang.. (y.a.d,19/4/10)
Menuju bidik singgasana yang hampir pasti.
Deru mesin mengiang di gendang telinga, kerap tak mendengarkan alunan kata yang terbisik.
Langkah semakin tertatih saat usia ku menjelang senja.
Aku buta arah untuk mengakhiri lorong ini.
Karenanya aku butuh pandu, butuh bekal sebelum semuanya terlambat..
Aku menyesal karena waktu tak bisa diajak pulang.. (y.a.d,19/4/10)
Minggu, 18 April 2010
Satu Lagu Rindu
Irama yang paling syahdu adalah keheningan
Syair yang paling indah adalah kesunyian
Dendang yang paling menawan adalah kegelapan
Karena ini nyanyian rindu
Cukupkan ia terpaut dengan hati
Tak perlu gemerlap, meriah, atau bahkan benderang
Kita batasi ia dengan balutan cinta di hati
Bila kau ucap aku rindu
Pastikan ku berkata aku sayang
Jika kau bernyanyi dengan riang
Kan kupetik melodi bahagia untukmu
Hanya untuk kau dan aku
Hanya untukmu, satu lagu rindu..
Jakarta, 18 April 2010
HB Yayad
Syair yang paling indah adalah kesunyian
Dendang yang paling menawan adalah kegelapan
Karena ini nyanyian rindu
Cukupkan ia terpaut dengan hati
Tak perlu gemerlap, meriah, atau bahkan benderang
Kita batasi ia dengan balutan cinta di hati
Bila kau ucap aku rindu
Pastikan ku berkata aku sayang
Jika kau bernyanyi dengan riang
Kan kupetik melodi bahagia untukmu
Hanya untuk kau dan aku
Hanya untukmu, satu lagu rindu..
Jakarta, 18 April 2010
HB Yayad
Jumat, 02 April 2010
Menanti sebuah Akhir
Oleh; Yahya Ado
Lembar hari tak pernah berakhir untuk kubuka
Semakin kucoba memahami ruasnya
Semakin dalam rindu ini kuselami
Nikmat-Mu tiada terkira
Tapi syukurku masih terbilang
Jika ada jalan pintas menuju surga-Mu
Aku cukupkan umurku berjumpa dengan-Mu
Tapi karena semua dalam kehendak-Mu
Maka cukupkan aku tuk mendapat ridho-Mu
Di ujung sajadah putih,
Ku memohon bimbingMu
Tunjukan aku menuju jalan terang
Agar di hari perjumpaan kita
Ku tak sesat singgah di neraka-Mu
Lembar hari tak pernah berakhir untuk kubuka
Semakin kucoba memahami ruasnya
Semakin dalam rindu ini kuselami
Nikmat-Mu tiada terkira
Tapi syukurku masih terbilang
Jika ada jalan pintas menuju surga-Mu
Aku cukupkan umurku berjumpa dengan-Mu
Tapi karena semua dalam kehendak-Mu
Maka cukupkan aku tuk mendapat ridho-Mu
Di ujung sajadah putih,
Ku memohon bimbingMu
Tunjukan aku menuju jalan terang
Agar di hari perjumpaan kita
Ku tak sesat singgah di neraka-Mu
Cinta di Akhir Kisah
Kupersembahkan buat sahabatku 'Asty Tukan' yang sedang pertaruhkan cinta-nya...
Oleh; Yahya Ado
Andai dulu kita tak bertemu
Mungkin tak ada cinta yang kau janjikan
Bila dulu kita tak bersama
Pasti tak ada rindu yang kau suratkan
Kini, semua kian terpupus oleh waktu
Lantaran kau tak pernah jujur untuk bertutur
Ucapmu selalu manis di lidahmu
Katamu menjadi surga di telingaku
Tapi nyatanya di hatimu ada noda
Kau tega, sungguh kau tega
Kau kerap tak merasa
Sedalam apa yang kurasakan
Bila kisah kita harus berakhir di lorong ini
Jangan salahkah mentari, karena ia tak menyinari hati
Jangan pula salahkan hujan, bila ia tak menyejukan jiwa
Anggaplah kita tak disatukan sama tuk selamanya
Ku tahu dia yang terbaik untukmu
Dia mencintaimu lebih dari cintamu padaku
Dia menunggumu di akhir kisah kita
Karena itu, aku rela untuk sebuah cinta
Oleh; Yahya Ado
Andai dulu kita tak bertemu
Mungkin tak ada cinta yang kau janjikan
Bila dulu kita tak bersama
Pasti tak ada rindu yang kau suratkan
Kini, semua kian terpupus oleh waktu
Lantaran kau tak pernah jujur untuk bertutur
Ucapmu selalu manis di lidahmu
Katamu menjadi surga di telingaku
Tapi nyatanya di hatimu ada noda
Kau tega, sungguh kau tega
Kau kerap tak merasa
Sedalam apa yang kurasakan
Bila kisah kita harus berakhir di lorong ini
Jangan salahkah mentari, karena ia tak menyinari hati
Jangan pula salahkan hujan, bila ia tak menyejukan jiwa
Anggaplah kita tak disatukan sama tuk selamanya
Ku tahu dia yang terbaik untukmu
Dia mencintaimu lebih dari cintamu padaku
Dia menunggumu di akhir kisah kita
Karena itu, aku rela untuk sebuah cinta
Selasa, 30 Maret 2010
Menanti Hadirmu
by, Yahya Ado
Di sudut kamar ku menyendiri
Menatap bayangmu berlalu pergi
Ku ingin mendekapnya penuh arti
Namun ia menyelinap kilat
Aku menghukum diri dalam sepi
Mencekam jiwa dalam sunyi
Kenapa aku ada disini
Hanya menanti sebuah diri
Di permadani ini aku bersujud
Membujuk ia menjadi teman
Tapi tak pantas aku terus merayu
Lantaran ia terbentang kaku
Disini aku menanti sebuah harap
Entah waktu yang mau menjawab
Tapi aku ingin kau hadir disini
Disaat hari mulai berganti pagi
Di sudut kamar ku menyendiri
Menatap bayangmu berlalu pergi
Ku ingin mendekapnya penuh arti
Namun ia menyelinap kilat
Aku menghukum diri dalam sepi
Mencekam jiwa dalam sunyi
Kenapa aku ada disini
Hanya menanti sebuah diri
Di permadani ini aku bersujud
Membujuk ia menjadi teman
Tapi tak pantas aku terus merayu
Lantaran ia terbentang kaku
Disini aku menanti sebuah harap
Entah waktu yang mau menjawab
Tapi aku ingin kau hadir disini
Disaat hari mulai berganti pagi
Rabu, 24 Maret 2010
Cintaku Kandas di Wato Tena
Oleh; Yahya Ado
“…teng deng teng deng…” bunyi polsel di sakuku. Aku bergegas membukanya. Oh, ternyata ku mendapat sebuah pesan singkat dari gadis lembayung. Bagai tersambar petir aku benar-benar terkejut. Dia wanita impian mengajak ku untuk reuni alumni.
“Assalamualaikum kaka, kak Agil ajak reuni hari Minggu. Sibuk ya?? ”. Itu isi sms (short message service) yang ia kirim untukku.
Aku merontah kagum. Ternyata setiap niat baik, Tuhan selalu mendengarnya. Sejujurnya aku cukup lama menanti saat tuk bersama. “Ku pikir inilah waktu yang tepat untuk bisa bertemu dengannya”. Sambil menghela napas aku bergumam dalam hati.
Pada hari yang berselimut ria, aku segera membalas berita itu. “Waalaikum slm wr. wb. Insya Allah kalau sempat ya. Nanti saya kabari lagi besok atau Sabtu”. Aku hanya berbasa basi untuk tidak meng-iya-kan. Sejujurnya sangat berharap dan berusaha untuk bisa ikut reuni bersamanya dan beberapa teman-teman alumni Makassar ketika itu.
***
Sabtu masih sangat sedu. Aku terbangun mendahului fajar. Aku ingat janji untuk memberikan kabar kepadanya. Suara burung seakan menghantar berita buat gadis campuran darah malayu. Dalam hati aku menduga, putri cantik pasti sedang bersiap sujud di ujung sajadah.
Pesan penerimaan berdering merdu, pertanda berita telah sampai di ufuk harap. Singkat berita yang kulayangkan buatnya. “Insya Allah, hari ini Aku ke kampung dengan perahu motor penumpang”.
Dibenakku, pesan itu terlampau singkat, tapi setidaknya cukup jelas untuk dimengerti. Intinya ku hanya ingin mengabari bahwa aku bisa ikut reuni itu. Aku bersiap mengisi beberapa lembar pakaian, sambil menunggu suara adzan berkumandang.
***
Menjelang senja, aku sampai di kampung karang. Kaki melangkah kaku saat kapal bersandar di dermaga. Aku terbayang ada dia yang menjemput. Ah, ternyata tidak. Aku terlalu berharap pada angan.
Sore segera pamit dari peraduan. Gelap sudah mengitari malam. Aku segera mengirim pesan bahwa aku kini berada di gubuk tuaku.
Setelah magrib aku ingin mempermantap persiapan untuk reuni besok. Aku segera mencari Agil, seorang inisiator yang hanya bisa memberikan ide tapi sangat sulit menjalankan idenya sendiri. Dia hanya pantas jadi konseptor, tak lihai pada pelaksanaan. Orang seperti dia memang cocok sebagai calon dewan. Aku ketemu dan berunding untuk acara esok. Kami berdua memutuskan ke rumah gadis manis itu untuk mengatur scenario dan agenda besok.
Sesampai di rumah. Kami disuguhi teh hangat. “Ehm, baik amat cewek ini. Belum menyampaikan maksud sudah duluan menjamu.” Dalam hatiku tertawa. Tapi tak masalah, itu budaya yang sudah diatur di kampung kami. Rezki tak boleh ditolak.
Sambil menikmati teh hangat, kami menyatukan pikiran untuk reuni besok. Kemasan diatur sangat sederhana saja. Seperti tamasya keluarga. Hanya menyiapkan cemilan seadanya, berangkat dengan sepeda motor dan di tempat tujuan kami hanya bercerita biasa tentang masa lalu dan cita-cita hari ini dan besok. Kami menyepakati tempat reuni di Wato Tena. Sebuah tempat wisata lokal di pinggir pantai Lewokeleng, Ile Boleng.
***
Wato Tena menjadi saksi hari itu. Kami berkumpul bersama teman-teman alumni dari kota Anging Mamiri. Ditambah beberapa adik-adik gitaris dan penyanyi local. Jumlah kami tak begitu banyak. Kurang lebih sepuluh orang. Kami semua putra-putri Lewo Boleng. Bercerita, tertawa lepas, sesekali melirik bebas karena hari itu tak dibatasi gunung dan lautan. Kami bersua dalam riang, berbaur dalam bahagia.
Waktu begitu cepat berlalu. Detik dan menit berlomba menghampiri batas dan waktu. Tak terasa kami sudah berada pada penghujung reuni. Kami pun segera pamit dari bibir pasir putih. Wajah kami nampak ceria. Tak tahu apa yang ia rasakan, tapi aku terus mengamati ia dalam diam. Oh, ternyata dia telah menaruh hati untukku saat itu. Hingga cintaku kandas di Wato Tena. **
Selasa, 23 Maret 2010
Lewo Tanah
Ku Yakin Ada Jalan
Jakarta, November 2008
By. yahya ado
SELASA 4 November 2008, hari itu cuaca nampak cerah. Aku berangkat dari Kupang, kota karang menuju Jakarta. Menumpang pesawat Batavia Air jam 07.00 pagi. Transit sebentar di Surabaya dan sampai Jakarta pukul 10.00. Aku terharu lantaran meninggalkan orang-orang terkasih dalam hidupku. Mereka yang kucinta, kusayang dan kubanggakan selalu.
Jauh dari mereka membuatku merasa cukup kehilangan. Namun hati ini belum sempat tersobek lantaran ada nadi yang menyimpul rindu. Rasanya cukup pahit tapi aku berusaha tuk menelannya.
Berbekal sekelumit pengalaman tentang sulitnya hidup di kampung kecil. Aku bertekat baja untuk meluluhkan rasa gelisah yang kian menggundah. Aku rela keringat ini tumpah untuk menyuguhkan sepiring nasi buat mereka.
By. yahya ado
SELASA 4 November 2008, hari itu cuaca nampak cerah. Aku berangkat dari Kupang, kota karang menuju Jakarta. Menumpang pesawat Batavia Air jam 07.00 pagi. Transit sebentar di Surabaya dan sampai Jakarta pukul 10.00. Aku terharu lantaran meninggalkan orang-orang terkasih dalam hidupku. Mereka yang kucinta, kusayang dan kubanggakan selalu.
Jauh dari mereka membuatku merasa cukup kehilangan. Namun hati ini belum sempat tersobek lantaran ada nadi yang menyimpul rindu. Rasanya cukup pahit tapi aku berusaha tuk menelannya.
Berbekal sekelumit pengalaman tentang sulitnya hidup di kampung kecil. Aku bertekat baja untuk meluluhkan rasa gelisah yang kian menggundah. Aku rela keringat ini tumpah untuk menyuguhkan sepiring nasi buat mereka.
Kini ku ada di sudut kota ini. Menarik napas panjang tuk melebarkan asa. Haru biru Jakarta tak membuatku panik. Aku tak pernah takut akan hidup, karena aku dapat menentukan kemana arah angin hendak ku tujuh.
Aku masih di sini. Kangenku semakin menyelimuti rasa. Aku hendak mencari jalan pulang. Ku tahu detik itu belum menujukan arah, namun yakinku sudah menjadi. Pasti ada jalan tuk kembali bersama.
Album kenangan mulai terbayang dalam rona jiwa. Pikiran melayang tuk segera berjabat. Karena ku yakin ada jalan untuk bersama**
Cerita Kita
Oleh; Yahya Ado
Aku belajar menulis cerita kita
Kisah ketika bersama di kota tua
Saat itu aku menunduk malu
Karena pandanganmu meluluhkan kalbu
Aku berharap kau tahu arti cerita itu
Cerita yang ku ukir dengan tinta emas
Pada malam yang tak begitu panjang tuk bersua
Dan entah kapan kisah itu kembali terulang
Andai ku bawah mawar ketika itu
Ingin ku tanam dengan dekap di hatimu
Hingga ku rawat dalam oase rinduku
Agar cerita kita tak berakhir sampai di sini
Aku rindu melukis kisah kita
Aku rindu mengukir cerita kita
Aku rindu engkau dalam kisah kita
Aku rindu tentang cerita kita
Kisah ketika bersama di kota tua
Saat itu aku menunduk malu
Karena pandanganmu meluluhkan kalbu
Aku berharap kau tahu arti cerita itu
Cerita yang ku ukir dengan tinta emas
Pada malam yang tak begitu panjang tuk bersua
Dan entah kapan kisah itu kembali terulang
Andai ku bawah mawar ketika itu
Ingin ku tanam dengan dekap di hatimu
Hingga ku rawat dalam oase rinduku
Agar cerita kita tak berakhir sampai di sini
Aku rindu melukis kisah kita
Aku rindu mengukir cerita kita
Aku rindu engkau dalam kisah kita
Aku rindu tentang cerita kita
Langganan:
Postingan (Atom)