Selasa, 30 Maret 2010

Menanti Hadirmu

by, Yahya Ado

Di sudut kamar ku menyendiri
Menatap bayangmu berlalu pergi
Ku ingin mendekapnya penuh arti
Namun ia menyelinap kilat

Aku menghukum diri dalam sepi
Mencekam jiwa dalam sunyi
Kenapa aku ada disini
Hanya menanti sebuah diri

Di permadani ini aku bersujud
Membujuk ia menjadi teman
Tapi tak pantas aku terus merayu
Lantaran ia terbentang kaku

Disini aku menanti sebuah harap
Entah waktu yang mau menjawab
Tapi aku ingin kau hadir disini
Disaat hari mulai berganti pagi

Rabu, 24 Maret 2010

Cintaku Kandas di Wato Tena

Oleh; Yahya Ado

“…teng deng teng deng…” bunyi polsel di sakuku. Aku bergegas membukanya. Oh, ternyata ku mendapat sebuah pesan singkat dari gadis lembayung. Bagai tersambar petir aku benar-benar terkejut. Dia wanita impian mengajak ku untuk reuni alumni.

“Assalamualaikum kaka, kak Agil ajak reuni hari Minggu. Sibuk ya?? ”. Itu isi sms (short message service) yang ia kirim untukku.

Aku merontah kagum. Ternyata setiap niat baik, Tuhan selalu mendengarnya. Sejujurnya aku cukup lama menanti saat tuk bersama. “Ku pikir inilah waktu yang tepat untuk bisa bertemu dengannya”. Sambil menghela napas aku bergumam dalam hati.

Pada hari yang berselimut ria, aku segera membalas berita itu. “Waalaikum slm wr. wb. Insya Allah kalau sempat ya. Nanti saya kabari lagi besok atau Sabtu”. Aku hanya berbasa basi untuk tidak meng-iya-kan. Sejujurnya sangat berharap dan berusaha untuk bisa ikut reuni bersamanya dan beberapa teman-teman alumni Makassar ketika itu.

***

Sabtu masih sangat sedu. Aku terbangun mendahului fajar. Aku ingat janji untuk memberikan kabar kepadanya. Suara burung seakan menghantar berita buat gadis campuran darah malayu. Dalam hati aku menduga, putri cantik pasti sedang bersiap sujud di ujung sajadah.

Pesan penerimaan berdering merdu, pertanda berita telah sampai di ufuk harap. Singkat berita yang kulayangkan buatnya. “Insya Allah, hari ini Aku ke kampung dengan perahu motor penumpang”.

Dibenakku, pesan itu terlampau singkat, tapi setidaknya cukup jelas untuk dimengerti. Intinya ku hanya ingin mengabari bahwa aku bisa ikut reuni itu. Aku bersiap mengisi beberapa lembar pakaian, sambil menunggu suara adzan berkumandang.

***

Menjelang senja, aku sampai di kampung karang. Kaki melangkah kaku saat kapal bersandar di dermaga. Aku terbayang ada dia yang menjemput. Ah, ternyata tidak. Aku terlalu berharap pada angan.

Sore segera pamit dari peraduan. Gelap sudah mengitari malam. Aku segera mengirim pesan bahwa aku kini berada di gubuk tuaku.

Setelah magrib aku ingin mempermantap persiapan untuk reuni besok. Aku segera mencari Agil, seorang inisiator yang hanya bisa memberikan ide tapi sangat sulit menjalankan idenya sendiri. Dia hanya pantas jadi konseptor, tak lihai pada pelaksanaan. Orang seperti dia memang cocok sebagai calon dewan. Aku ketemu dan berunding untuk acara esok. Kami berdua memutuskan ke rumah gadis manis itu untuk mengatur scenario dan agenda besok.

Sesampai di rumah. Kami disuguhi teh hangat. “Ehm, baik amat cewek ini. Belum menyampaikan maksud sudah duluan menjamu.” Dalam hatiku tertawa. Tapi tak masalah, itu budaya yang sudah diatur di kampung kami. Rezki tak boleh ditolak.

Sambil menikmati teh hangat, kami menyatukan pikiran untuk reuni besok. Kemasan diatur sangat sederhana saja. Seperti tamasya keluarga. Hanya menyiapkan cemilan seadanya, berangkat dengan sepeda motor dan di tempat tujuan kami hanya bercerita biasa tentang masa lalu dan cita-cita hari ini dan besok. Kami menyepakati tempat reuni di Wato Tena. Sebuah tempat wisata lokal di pinggir pantai Lewokeleng, Ile Boleng.

***

Wato Tena menjadi saksi hari itu. Kami berkumpul bersama teman-teman alumni dari kota Anging Mamiri. Ditambah beberapa adik-adik gitaris dan penyanyi local. Jumlah kami tak begitu banyak. Kurang lebih sepuluh orang. Kami semua putra-putri Lewo Boleng. Bercerita, tertawa lepas, sesekali melirik bebas karena hari itu tak dibatasi gunung dan lautan. Kami bersua dalam riang, berbaur dalam bahagia.

Waktu begitu cepat berlalu. Detik dan menit berlomba menghampiri batas dan waktu. Tak terasa kami sudah berada pada penghujung reuni. Kami pun segera pamit dari bibir pasir putih. Wajah kami nampak ceria. Tak tahu apa yang ia rasakan, tapi aku terus mengamati ia dalam diam. Oh, ternyata dia telah menaruh hati untukku saat itu. Hingga cintaku kandas di Wato Tena. **

Selasa, 23 Maret 2010

Lewo Tanah


Di kaki gunung Ile Boleng, Lewo Tanah merunduk sujud pada lereng. Ia megah karena batu menjulang kekar. Ia tangguh karena arus mengguyar pusar..
Lewo Boleng atu matan, Budi helon dulan doro

Ku Yakin Ada Jalan

Jakarta, November 2008
By. yahya ado

SELASA 4 November 2008, hari itu cuaca nampak cerah. Aku berangkat dari Kupang, kota karang menuju Jakarta. Menumpang pesawat Batavia Air jam 07.00 pagi. Transit sebentar di Surabaya dan sampai Jakarta pukul 10.00. Aku terharu lantaran meninggalkan orang-orang terkasih dalam hidupku. Mereka yang kucinta, kusayang dan kubanggakan selalu.

Jauh dari mereka membuatku merasa cukup kehilangan. Namun hati ini belum sempat tersobek lantaran ada nadi yang menyimpul rindu. Rasanya cukup pahit tapi aku berusaha tuk menelannya.

Berbekal sekelumit pengalaman tentang sulitnya hidup di kampung kecil. Aku bertekat baja untuk meluluhkan rasa gelisah yang kian menggundah. Aku rela keringat ini tumpah untuk menyuguhkan sepiring nasi buat mereka.

Kini ku ada di sudut kota ini. Menarik napas panjang tuk melebarkan asa. Haru biru Jakarta tak membuatku panik. Aku tak pernah takut akan hidup, karena aku dapat menentukan kemana arah angin hendak ku tujuh.

Aku masih di sini. Kangenku semakin menyelimuti rasa. Aku hendak mencari jalan pulang. Ku tahu detik itu belum menujukan arah, namun yakinku sudah menjadi. Pasti ada jalan tuk kembali bersama.
Album kenangan mulai terbayang dalam rona jiwa. Pikiran melayang tuk segera berjabat. Karena ku yakin ada jalan untuk bersama**

Cerita Kita

Oleh; Yahya Ado
Aku belajar menulis cerita kita
Kisah ketika bersama di kota tua
Saat itu aku menunduk malu
Karena pandanganmu meluluhkan kalbu

Aku berharap kau tahu arti cerita itu
Cerita yang ku ukir dengan tinta emas
Pada malam yang tak begitu panjang tuk bersua
Dan entah kapan kisah itu kembali terulang

Andai ku bawah mawar ketika itu
Ingin ku tanam dengan dekap di hatimu
Hingga ku rawat dalam oase rinduku
Agar cerita kita tak berakhir sampai di sini

Aku rindu melukis kisah kita
Aku rindu mengukir cerita kita
Aku rindu engkau dalam kisah kita
Aku rindu tentang cerita kita